Welcome to Lampoh tuha

Kamis, 27 Oktober 2011

Cerita Dari Kolong Langit

Jam mulai menunjukkan arah jam 01.00 tengah malam dan matakupun belum juga mau berdamai dengan inginku lalu kumulai mencari sebatang rokok Dji Sam Soe magnum dan membuka laptopku dan mengambil sebuah modem yang kubeli dari sahabatku, kumulai membuka Blogku dan mencoba untuk menulis sebuah kisah tentang sebuah kehidupan seorang sahabatku dimasa kecil, dan cerita itupun kumulai.......

Jika banyak diantara kita yang berkata "hidup ini sangat menyedihkan" maka disini kuingin menceritakan sebuah kisah tentang seorang anak manusia yang tetap tersenyum meski apapun yang terjadi dengan tujuan agar kita selalu dapat bersyukur atas apa yang kita miliki saat ini dan tak pernah mudah menyerah dan cepat putus asa akan segala rintangan yang menghadang......

Pernah ada seorang anak manusia yang terlahir kedunia ini dengan keluarga yang miskin dan tak memiliki harta yang melimpah. Akbar begitulah panggilannya dikala dia masih berumur 2 tahun oleh para orang - orang sekitarnya memulai percakapan ataupun senda gurau dengan anak tersebut dan akbar memiliki seorang kakak perempuan dan seorang kakak laki-laki yang mempunyai selisih umur 3 (tiga) tahun dengannya, sejak umur itu keluarganya masih tinggal di rumah neneknya dikarena keuangan keluarga mereka belum mencukupi untuk mendirikan rumah mereka sendiri dan dikala anak itu masih sangat kecil dan masih berjalan dengan menggunakan kedua tangan dan kedua lututnya untuk merangkak anak itu sudah bisa mengingat apa yang dia alami dan apa saja yang terjadi padanya, kala itu disebuah rumah aceh tempat keluarga dan neneknya tinggal dalam keadaan renovasi dikarenakan banyak atap yang sudah berlobang dan dinding dari rumah itu sudah banyak juga yang harus diganti dengan kayu yang baru dan ayah dari si Akbar tersebutlah yang merenovasinya dengan bantuan pemuda-pemuda kampung dan sahabat-sahabat ayah si akbar tersebut dan akbar kecil yang masih dalam gendongan ibunya mencoba untuk melepaskan dirinya dari gendongan sang ibu dan mencoba untuk berjalan meski hanya merangkak dengan menggunakan lutut dan tangannya, dia mulai menuju ke arah tangga rumah itu dengan penuh penasaran ingin memegang cairan yang berwarna merah yang terletak tepat dibawah tangga tersebut kemudian setelah memegangnya dengan penuh penasaran dia mencicipi cairan tersebut yang tak lain adalah sebuah cat tembok yang berwarna merah, dan disaat dia sedang keasikan bermain dengan cat tersebut terdengarlah suara bentakkan dari sang ayah dan memanggil ibunya untuk membersihkan mulut si akbar yang penuh dengan cat yang berwarna merah tersebut. Ketika umur akbar sudah beranjak 4 tahun keluarga mereka pindah kesuatu daerah yang agak sedikit jauh dari rumah neneknya dan mendirikan sebuah rumah yang walaupun hanya beratapkan daun rumbia yang terkadang-kadang disaat hujan datang menerjang mereka harus mengambil mangkuk atau drum untuk menampung air yang menetes dari atap rumah dan hanya berdindingkan setengah papan dans setengahnya lagi tiplek dan mereka mendirikan rumah disana dengan maksud ingin mengais rezeki didaerah orang tersebut, dan sekarang si akbar sudah bisa berjalan dan berbicara walaupun setiap kata yang diucapkannya tak pernah benar (maklum anak kecil) dan sejak umur itu dia selalu bermain dengan para kakak-kakaknya dan karena dia yang paling terkecil maka dialah yang selalu saja menjadi tempat uji coba tipu-tipuan oleh saudaranya yang lain karena ingin mencuri uang dari dalam sakunya oleh para kakak-kakaknya, akbar tumbuh dengan badan yang sangat sehat dan berkulit kuning langsat karena mengikuti dari kulit ibunya dia makan enam empat sampai tujuh kali dalam sehari sehingga badannya tumbuh sehat  dan ibunyapun senang melihat anaknya tumbuh sehat karena tak ada seorang ibupun dimuka bumi ini yang tak senang ketika melihat anaknya tumbuh sehat, disaat itu akbar dimasukkan ke suatu pesantren tradisional tempat anak-anak lain juga masuk untuk menimba ilmu agama, dan dia belajar mengaji kepada seorang guru ngaji, TGK Denon begitulah panggilan ustadz tersebut dikarenakan pendengarannya yang sedikit kurang jelas dari ustadz tersebut dia belajar untuk membaca kitab suci al Qur'an disebuah balai yang terbuat dari papan yang sangat sejuk dikala siang datang sehingga siapapun yang beristirah disitu akan terlelap dalam tidurnya tetapi akbar datang kebalai itu bersama kakak laki-lakinya bukan untuk beristirahat melainkan untuk belajar mengaji walaupun kadang kala dia terlelap disaat pengajian baru dimulai 25 menit yang lalu dan selalu saja ada kakak laki-lakinya yang siap sedia membangunkannya dan memarah-marahinya dikarenakan tidur dikala mengaji, begitulah aktifitasnya setiap hari sebelum dia masuk kesebuah sekolah dasar tempat dia menutut ilmu dunia, dan ketika umurnya sudah cukup untuk masuk kesebuah sekolah ibunya memasukkan dia sekolah sendiri dikarenakan ayahnya yang sibuk mencari uang demi menafkahi keluarganya di sekolah tempat abang dan kakak perempuannya bersekolah juga dengan maksud agar bisa pulang bersamaan dengan para kakak kakaknya.

Di saat dia mulai masuk ke sekolah tersebut akbar yang dengan sikap pemalunya dia mulai mencoba bergaul dengan teman sekelasnya dan mencari teman-teman sebanyak-banyaknya, disinilah dia mulai berkenalan dengan seorang teman yang bernama Muhammad Nasir tapi dia dan teman-teman lainnya lebih suka memanggilnya dengan sebutan nasir agar lebih gampang dalam pemanggilan, akbar dan nasir mulai akrab dari kelas satu dan tak jarang pula dia bermain kerumah nasir dikala suatu senja apabila akbar tak ada hari pengajian disitu akbar melihat sebuah rumah yang terbuat dari papan dan beralaskan tanah langsung karena tak berlantaikan dengan semen dan dibenaknya timbul sebuah kalimat "nasir walaupun rumahnya miskin yang hanya terbuat dari papan yang beralaskan tanah dan tak ada penerangan (lampu) tapi dia memiliki otak yang cerdas dan sikap yang baik hati dan ramah" akbar mulai memberanikan diri untuk bertanya kepada sahabatnya "kiban kah kapeuget PR sabee sedangkan rumohkah hana lampu(bagaimana engkau mnyelesaikan PR-PR mu setiap hari sedangkan rumahmu tak mempunyai lampu)...???? nasirpun menjawab "kupakek lilen tiep malam watee kupeuget PR (kugunakan lilin setiap malam ketika kumengerjakan PR-PRku) dan disaat itu dalam hati akbar mulai timbul decak kagum kepada sahabatnya tersebut walaupun memiliki rumah yang tak berpenerangan dari pemerintah tapi dia selalu meyelesainya tugas-tugasnya dan selalu pandai dan bisa menjawab setiap kali guru bertanya kepadanya lah sedangkan aku yang rumahku ada penerangan tetapi kenapa aku selalu bodoh dan tak pernah bisa menjawab setiap kali guru bertanya kepadaku sehingga tak jarang pula aku harus berdiri didepan kelas dengan menggunakan satu kakiku saja karena kebodohanku. Hampir setahun mereka selalu bersama tetapi suatu malam dikala rembulan bersembunyi malu di belakang sahabatnya sang awan dan ketika akbar sedang menikmati bantal gulingnya ditemani sang kakaknya terdengarlah suara orang-orang dari luar rumah meneriaki kebakaran... kebakaran..... dan diapun terbangun dari tidurnya dan berlari keluar dari rumahnya untuk melihat apa yang terbakar dan ketika itu dia melihat pemandangan api yang berkobar hebat menerangi daerah itu dan ketika itu dia berkata "rumoh si nasir teutong sang (rumah si nasir sepertinya ikot terbakar)" dan merekapun hanya melihat dari kejauhan kobaran api itu yang terus melahap setiap sisi dari perumahan di kejauhan sana dan kemudian dia ingin melihat langsung apakah rumah kawannya tersebut ikut terbakar atau tidak tetapi ayahnya melarang dia untuk pergi, dan keesokan harinya ketika dia berada disekolahnya mereka mulai bercerita kepada sesama temannya tentang kejadian semalam, lonceng tanda masuk pun dibunyikan oleh gurunya tetapi nasir belum juga muncul dan duduk disampingnya karena akbar dan nasir duduk satu meja berdua disekolah, dan ketika belajar mengajar dimulai baru 5 menit barulah nasir tiba disekolahnya dan guru yang sedang mengajar dikelasnya pun tidak banyak bertanya kepada nasir kenapa dia terlambat, munkin guru itu sudah tau apa yang sedang menimpa nasir, dan proses belajarpun dilanjutkan tampa sepatah katapun dari nasir dan akbarpun tak berani bertanya dan memulai obrolan dikarenakan takut dimarahi oleh gurunya karena proses belajar sudah dimulai dan ketika lonceng tanda untuk istirahat dibunyikan disitulah baru terjadi percakapan antara mereka dan nasir memulai percakapan dan berkata semalam rumahku terbakar tapi untung baju dan buku pelajaranku sudah kuselamatkan terlebih dahulu tapi sepertinya aku akan pindah sekolah karena keluargaku ingin pulang kekampung nenekku karena kami tak punya rumah dan apa-apa lagi disini dan disaat itu akbar terpaku karena mendengar perkataan nasir dan merasa pilu yang sangat mendalam dihatinya karena harus berpisah dan tak pernah berjumpa lagi dengan seorang sahabat yang selama ini selalu menjadi teman bermainnya dikala sekolah dan diluar sekolah. Keesokan harinya nasir datang kesekolah dengan ibunya untuk mengurus surat kepindahan sekolahnya dan nasir berkata ini hari terakhirku sekolah disini dan dia mulai menyalami semua teman-temannya dan berkata sampai jumpa lagi apabila ada umur yang panjang, setiap detik-detik yang terlewatkan saat itu sungguh sangatlah berarti bagi akbar karena detik-detik itu takkan pernah lagi dinikmati oleh akbar bersama sahabat kecilnya nasir dan ketika waktu istirahat datang mereka keluar bermain dan menikmati detik-detik dari akhir kebersamaan itu bersama karena keesokan harinya dia takkan pernah berjumpa lagi dengan nasir sampai sekarang.
Sepeninggalan nasir akbar mencoba untuk belajar dari nasir tentang bagaimana kesungguhan dalam belajar tapi pada dasar bodoh ya tetap saja bodoh tak pandai-pandai walaupun terus belajar sehingga kebodohanyapun terdengar kepada ayahnya karena sudah kelas 2 belum juga bisa membaca dan menulis apalagi mendapatkan ranking dikelasnya dan itu takkan munkin terjadi sehingga ayahnya pun meluangkan waktu dari mencari nafkah untuk mengajari akbar membaca dan menulis, ayahnya yang punya watak yang sangat keras tidak segan-segan untuk melemparinya dengan asbak apabila setiap kali dia salah dalam membaca dan menulis jadi apalagi kata-kata sumpah serapah itu sudah sering terdengar ditelinganya karena beberapa kali ayahnya mengajarinya dia tak pernah bisa-bisa juga mengejakan setiap huruf-huruf tersebut, batu yang begitu keras saja bisa tembus oleh air yang lembut apabila terus-terus saja diteteasi begitu juga dengan otak akbar walaupun bodohnya minta ampun tapi kalau setiap kali diajari oleh ayahnya pasti pandai juga, ya walaupun membacanya bagaikan kambing yang berjalan diatas batu tetapi sudah terjadi perkembangan. Setelah 2 bulan berselang ayah akbar pun masuk kerumah sakit dikarenakan sakit yang selama ini diderita oleh ayahnya, ayahnya harus mendapatkan perawatan yang intensif dari dokter karena sakit yang sudah sangat parah. Ingin raasanya setiap malam minggu dikala keesokkan harinya tidak ada kegiatan belajar ia ingin menemanini ayahnya yang sudah diopname selama 1 bulan lebih dirumah sakit tapi karena ayahnya tidak menginzinkannya meski dia harus merengek-rengek untuk diizinkan tapi ayahnya tetap bersikukuh agar dia tak menginap dirumah sakit. Setelah 2 bulan lebih ayahnyanya dirawat akhirnya dipindahkan kesebuah rumah sakit di kota besar untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik tapi apa hendak dikata, umur sudah ditentukan oleh sang kuasa ayahnyapun menghembuskan nafas terakhirnya dan akbar saat itu hanya ditemani oleh neneknya karena ibunya yang juga ikut manjaga ayah dirumah sakit dan ketika dia mendengar kabar yang menyedihkan tersebut dia tak tau harus berbuat apa dan bagaimana hanya kata-kata dari neneknya yang masih terngiang ditelinganya sampai saat ini "bek kamoe-moe nyak beh.... ayah kageuwoe bak tuhan (janganlah menangis wahai cucuku ayahmu kini sudah meninggalkan kita) " begitulah suara neneknya dalam isakan tangis tersebut.

Kini ayahnyapun telah tiada dan hanya ibunyalah yang meneruskan perjuangan ayahnya untuk menafakahi dan mencari sesuap nasi demi akbar dan saudaranya yang lain dan kini akbar terus belajar sendiri untuk menyelesaikan setiap tugas-tugasnya karena ibunya sibuk dengan mencari nafkah untuk mereka sedangkan saudara dan saudarinya yang lain sibuk menyelesaikan tugas mereka masing-masing. Setiap selesai shalat magrib dia dia selalu keluar dari kamarnya untuk mengambil sebuah lilin dan menghidupkannya karena dia ingin membaca surat yassin yang didekasikannya untuk sang ayah yang telah tiada karena hanya 3 hal yang selama ini dia ketahui agar ayahnya damai di alam sana dan salah satunya adalah doa dari sang anak yang akan didengar langsung oleh tuhan, oleh karena dia berusaha tuk terus membaca surat yassin serta belajar dengan giat. Dan disaat itu keluarganya yang hanya hidup dengan seorang orang tua tunggal yang menjadi ibu sekaligus ayah bagi mereka mendapatkan begitu banyak cobaan dari mencari pinjaman uang dari orang lain sampai cobaan-cobaan yang lain datang bertubi2 dan pernah beberapa kali akbar harus memakai sandal yang sama sama sebelah kanan atau sama-sama sebelah kiri karena mereka tak ada uang untuk membeli sandal yang baru dan ketika dia bermain dengan teman-temannya seorang bapak bertanya kepadanya "peu kah mebalek kasok silop?? kok sama -sama blah neuen kasok silop dan beda warna lom...??? (apa engkau salah memakai sandalmu..??? kok sama-sama sebelah kanan yang engkau pakai??? beda warna lagi...)" tapi dia hanya terdiam dan tersenyum kepada bapak bapak yang menanyainya karena dia tak ingin bapak itu mengetahui bahwa ibunya sedang tak memiliki uang untuk membelikannya sandal yang baru. Akbar yang kecil itu tau apa yang sedang menimpa keluarganya tapi dia tetap untuk tersenyum dan tertawa bahagia seperti anak-anak lain walaupun kadang kala dia merasa iri kepada kawannya karena memiliki mainan robot yang bisa berjalan sendiri tetapi dia tak pernah memintakan kepada ibunya untuk dibelikan mainan seperti itu karena tau kondisi keluarga mereka dan  kadang kala dia harus melihat ibunya menangis di pojok rumahnya karena begitu banyak masalah yang menimpa mereka tetapi dia selalu datang menghampiri ibunya dan mencoba untuk memeluk dan menangkan ibunya yang sedang menangis.

Dan suatu hari dikala dia beranjak di kelas 5 (lima) SD pada caturwulan 2 (karena saat itu sekolah masih menggunakan sistem caturwulan dan bukan semester seperti sekarang ini) ketika pembagian rapor dia melihat hasil rapornya dan dengan wajah yang terkejut dia melihat bahwa dia mendapatkan ranking 5 di kelasnya dan dengan wajah yang penuh dengan senyuman dan perasaan bangga dia segera pulang kerumahnya karena ingin menunjukkan kepada ibunya bahwa dia mendapatkan ranking 5 besar tapi ditengah perjalanan pulang hanya satu kata yang terucap di dalam hatinya "andaikata ayah lon na disinow pasti ayah akan tekhem ke lon (andaikata ayahku sekarang masih ada disini pasti ayah akan tersenyum padaku)" begitulah kata-kata itu terus terucap dihatinya tapi kini ayah telah tiada dan hanya ibulah tempatku menunjukkan rapornya dan mebuat bangga ibunya, sesampainya dirumah dia langsung mengucapkan salam ketika hendak masuk rumah dan mencari ibunya yang sedang keasikkan didapur menyiapkan makanan untuk mereka dan berkata "mak lon merempek ranking 5 dirumoh sikula (mak aku mendapatkan rangking 5 di sekolah)" dan menunjukkan rapornya kepada ibunya dan ibunyapun tersenyum kepadanya. Dari saat itu dia mencoba untuk belajar lebih giat lagi agar dapat menyenangkan ibunya dan dapat mengembangkan sebuah senyuman di bibir ibunya dan membuat bangga ayahnya walaupun ayahnya kini telah tiada tapi dia yakin dalam hatinya bahwa ayahnya pasti tersenyum kepadanya ketika dia berhasil dalam prestasinya.................

Sekian cerita dari saya untuk kali ini semoga dapat diambil hikmahnya dan diresapi maknanya.....
Cerita ini kudedikasikan untuk ibuku dan sahabat-sahabatku dimanapun kalian berada yang tak munkin kusebutkan namanya satu persatu........



NB : Cobaan selalu saja datang menerjang tapi ingatlah allah tak kan membiarkan hambanya sendirian dan tetaplah untuk terus berusaha........


wasalam