Welcome to Lampoh tuha

Jumat, 24 Agustus 2012

Kisah Ini


Ingin kuceritakan suatu kisah kepada kalian dimana seseorang yang kukenaal tapi tak terlalu dekat yang menjadi aktor utama dalam kisah ini, dan atas permintaan para pembaca sendiri yang ingin mengetahui sebuah kisah yang sepenggal demi sepenggal telah kuceritakan pada judul-judul yang terdahulu.

Berawal pada tahun ajaran baru 2010 -2011 disaat itu matahari telah beranjak dari peraduaannya dan sang rembulan sudah tak lagi malu dan menutup dirinya dari tabir malam, tepat sekitaran pukul 21.00 WIB kutak tau harus beranjak kemana dan harus berbicara kepada siapa karena aku hanya sendirian dalam kamar dan ditemani oleh bantal guling yang warnanya hampir menyerupai peta dunia (tapi bukan punyaku).


Kulihat handphoneku tak berdering sedikitpun dan sudah lama kurindukan suara handphoneku berbunyi tak sepertinya rinduku takkan pernah kesampaian, lalu kuraih dia dan mengutak atiknya dan kupikirir itu dan menghilangkan kebosananku pada malam itu, ketika itu kutemukan sebuah nomor yang ingin rasanya kuberbicara kepadanya tapi keberanian ini tak pernah ada dalam dada, tapi malam itu kucoba memberanikan diri untuk menelponnya biar sekalian dianggap iseng-iseng berhadiah.

Teeeeet..... teeeeet..... teeeeeet..... suara telpon berbunnyi menandakan telponku tersambung dan tiba kata-kata HALO terdengar dan itu sepertinya suara sang pemilik nomor yang kutuju, “Hai” itu adalah suara pertama yang keluar dari dalam mulutku dan kusambung dengan “bisa bicara dengan ........” ? iya, ada apa bang (itu jawabnya). Dan itu adalah sebuah pertanyaan yang sungguh membuatku seperti “mati suri” karena ketika dia berkata seperti itu dalam fikiranku langsung down tapi kutak mau langsung patah semangat dan mulai mencari kata-kata dari pertanyaannya, tapi jawabku  hanya “ga da, Cuma nelpon aja” dan sungguh dari sekian banyak pertanyaan hanya ppertanyaan itu yang paling sangat tidak kusuka tapi stiap kali kumenelponnya dia terus bertanya pertanyaan yang sama.

Dan malam berikutnya karena hampir sama dengan malam—malam yang lain trus kutelpon dia dan masih pada pertanyaan yang sama stiap kali kutelpon, tapi pada malam yang ketiga ketika itu kubernaikan diri tuk ungkapkan apa yang slama ini kurasakan dan ketika kuungkapkan nampak dari suaranya bahwa dia terkejut dengan apa yang kunyatakan padanya dan seakan-akan itu tak munkin. Tapi apa hendak dikata, cinta tak pernah mengenal kata siapa dia, asal sudah terkena di hati maka sulit untuk hilang.

Sejak malam itu kami sering mengobrol lewat handphone dan biasanya menghabiskan wakta sekitaran 3 jam dan itu paling sedikit dan pernah kami mengobrol sampai subuh karena keasikan ngobrol jadi sering lupa waktu, kalo dulu lihat orang nelpon berjam-jam pasti nanyakin kok bisa ngobrol berjam-jam, emangnya ga habis apa pembahasana yang di obrolkan tapi kalo sudah merasakan sendiri bagaimana cinta membuat kita gila maka kita akan tau bahwa waktu dalam sehari itu 24 jam tak kan pernah cukup untuk bertutur dan menatap wajahnya.

Tapi ada suatu hal yang tak biasa pada diriku, apabila bertemu muka dengannya de tempat umum maka diriku tak pernah berani untuk mengobrol dengannya dan hanya berani mencuri-curi pandang dengannya, entah kenapa itu bisa terjadi, apa munkin karena diriku sudah sangat lama tak pernah dekat dengan seorang wanitapun? Ataukan karena kuingin menyembunyikan hubungan kami didepan orang-orang lain karena takut malu?

Tiga bulan telah berlalu dan kedekatan kami makin dekat tapi kata-kata penyataan cinta yang kuutarakan yang sudah sangat lama tak penah di iyakan dan aku adalah seorang lelaki yang pantang menyerah sampai titik darah pemhabisan dan apabila suatu hal telah kumulai maka aku akan menjalani sampai akhirnya.

Enam bulan waktu berlalu dan itu bukanlah waktu yang singkat untuk kami lalui bersama tapi jawaban yang kuingginkan tak pernah kudengar tapi kalau menurut pendapat dan penglihatanku dia tak pernah meng iyakan dengan mulut tapi hatinya ingin terus dekat dan kami sering ribut dan baik lagi dan ribut lagi dan baik lagi, begitu-begitulah yang terjadi pada kami, ya seperti orang yang pacaran saja tak kata “pacaran” tak pernah menempel pada kami karana seperti kataku diatas jawaban yang kuinginkan tak pernah kudengar dari mulutnya.

Suatu malam ku ingin sudahi saja semua ini dan mencoba untuk menyerah pada hidup hingga kuputuskan takkan pernah mengejarnya lagi dan malam itu kukatakkan padanya apa yang kuinginkan karena kusudah mulai lelah dan menyerah pada semua ini tapi ternyata hatinya sudah sangat dekat denganku dan kata-kataku malam itu membuatnya berlinangkan air mata dan itu adalah kesalahanku yang PERTAMA padanya.

Hari-hari berlalu bagaikan sepi dan hampa tanpa suaranya lagi, dan ketika suatu hari kubertemu dengannya di tempat kami menyelesaikan studi kami kulihat raut wajahnya  yang marah ketika melihatku dan kumulai bertanya dalam hati ini salahkah apa yang telah kukatakan padanya? Salahkah apa yang telah kulakukkan padanya? Munkin tindakkanku padanya itu salah dan keputusanku pada waktu itu salah tapi waktu enam bulan bukanlah waktu yang singkat unntuk kunantikan suatu kata yang keluar dari mulutnya.

Dan pada minggu berikutnnya karena rasa rindu dalam hati  ini yang sudah menggebu-gebu dan ingin rasanya kadengar lagi suara yang dulu sering terdengar di telinga ini kudengar kembali lagi dan ku beranikan dini untuk mengiriminya pesan singkat dari hpku dan satu kali tak ada balasan dan ku ulangi pada hari yang lainnya lagi dan terakhir baru mendapat respon darinya dan dan sejak itu kumulai bercakap-cakap lagi dengannya lewat seluler dan pernah kutanyakan perasaannya padaku sekarang bagaimana setelaah mengalami berbagai pengalaman ini dan katanya “dulu sich stiap lihat sms yang masuk dari ab pasti agak sedikit senang tapi kalo sekarang kalo lihat sms dari ab ya biasa aja kek nengok sms dari orang lain.

Jawabannya ketika itu membuatku terkejut dan merasa sedikit menyesali atas apa yang kukatakan padanya ketika kemaren itu dan itu ada penyesalanku yang sangat terdalam dan seandainya tak pernah kukatakan hal itu padanya munkin semua ini tak kan pernah tenjadi tapi rasa didalam dada ini tak pernah mau mengalah pada jiwa.

Waktu berlalu bagaikan angin yang bertiup diantara padi-padi yang begoyang dan tak kan pernah kembali lagi apa yang telah kita lalui bersama dan kami mulai dekat lagi seiring semua yang telah berlalu antara kami berdua dan sejak saat itu waktu telah berjalan setahun lebih dan aku tetap mengharapkan secercah cinta dan asa dari dalam hatinya dan aku takkan pernaah menyerah sampai kapanpun kataku saat itu.

Ketika malam telah beranjak dari peraduan dan sang rembulan menggantikan tugas sang mentari untuk menemani kami ditengah lapangan bola kaki diantara tenda-tenda setengah ponggol yang berdiri tegak menbentuk huruf L  didirikan oleh manusia-manusia hitam berhati baja disitulah kudengar kata-kata yang seharusnya kusadari apa yang ingin dia katakan tapi aku tak pernah menyadari semua itu dan ketika semua itu kutau semuanya telah berlalu bersama jeritan malam saat itu.

Waktu seakan tak pernah terulang lagi seperti yang kuharapkan ketika kusadari semua ini dan sejak saat itu kutau dia telah dekat dengan seseorang yang kukenal juga tanpa ada seorangpun yang memberitahuku tapi entak kenapa aku tau apa yang mereka kerjakan, seakan-akan aku dapat melihat semua apa yang telah mereka lakukan dan pada suatu hari hati ini terasa sangat sakit dan menyayat direlung hati yang paling dalam, entah mengapa, dan fikiranku hanya tertuju padanya seorang.
Apa yang telah dia lakukan sehingga membuat hati ini terasa sangat menyakitkan dan sepertinya kurasakan dia telah pergi meninggalkanku dengan sesepatah kata yang kuharapkan tak pernah keluar dari mulutnya.

Dua minggu berlalu dan terakhir kuketahui dari seorang teman yang dekat dengannya bahwa dia telah berganti status menjadi tak sendiri lagi dan sekarang sudah ada yang memiliki, awalnya sangat menyakitkan tapi kemudian kusadar bahwa ku harus merelaknnya asalkan dia bahagia dan dalam hatiku berkata lelaki itu lebih baik dari diriku, dan kudoakan agar engkau bahagia dengannya kelak karena kebahagiaanmu adalah keinginanku selama ini pada dasarnya.

Hari-hari berlalu tanpa suaramu  lagi dan kata-kata rinduku untukmu  sudah tak bisa lagi kudendangkan dengan gitarku ini tapi kusadar dalam hati ini bahwa aku masing sangat menyayangimu dan mencintaimu, hanyalah TIGA kalimat yang bisa kuucapkan dari lubuk hatiku yang terdalam “terima kasih atas semua yang kau beri selama ini, terima kasih atas rasa yang kau berikan selama ini dan terima kasih telah mengenalkanku akan cinta sejati”.

Munkin kisah ini akan menjadi dongeng dan menjadi suatu cerita yang stiap malam kubayangkan dan kurindukan ketika hendak berpamitan dengan malam sehingga membuatku tersenyum dalam diamku tapi kita berdua pernah melaluinya bersama ditempat itu...........