Welcome to Lampoh tuha

Minggu, 05 Februari 2012

Benang Itu Hampir Putus


Disuatu senja ketika kami sedang berkerja mengantarkan barang yang sudah dipesan ke suatu desa ku mendengarkan lantunan ayat-ayat alquran yang di lantunkan oleh anak-anak kecil secara bersamaan pada suatu balai pengajian yang balai tersebut terbuat dari bambu-bambu, sungguh sangat menyejukkan telingaku, ingin rasanya ku berlama-lama disana tuk memanjakkan telingaku dengan suara-suara anak kecil yang membaca al qurannya itu tapi aku tak punya banyak waktu tuk berlama-lama di desa tersebut karena “bon” antaran berikutnya sudah menungguku dikantor tempat kami berkerja. Keesokkan harinya ketika kami sedang mengantarkan barang yang lain pada desa yang lain juga ku melihat anak2 dara dengan memakai kain sarung dan lengkap dengan perlengkapan shalatnya berjalan dan diikuti oleh para anak laki-laki yang masih kecil yang menenteng kain sarung di bahunya dan peci dikepalanya, walaupun lebih besar peci itu sendiri dari pada kepalanya tapi dia tetap memakainya yang sedang mengayuh sepeda yang bisa dikatakan tidak sesuai antara sepeda dan tubuhnya karena lebih besar sepeda dari pada tubuhnya yang mungil itu melintasiku karena hendak ingin kesuatu balai tempat mereka mengaji. Itu semua adalah rutinitis yang biasa mereka jalani dalam kesehariannya.


Ketika sang mentari telah menutup dirinya dan rembulanpun menggantikan tugas sang mentari tuk menyinari dunia ini dilanjutkan dengan suara azan yang bergema diseluruh pelosok daerah itu sesaat dunia terasa senyap sunyi tanpa sepatah katapun terdengar hanya suara jangkrik yang bersahutan seolah-olah bernyanyi dikeheningan malam tetapi disuatu rumah terdengar dengan deras suara anak-anak melantunkan ayat suci alquran, walaupun tanpa berirama tapi mereka tetapi melanjutkannya dan terkadang terdengar suara seorang wanita tua membetulkan setiap ayat yang salah dari bacaan mereka dan disaat azan berkumandang maka berhentilah aktivitas pengajian mereka untuk malam itu dan dilanjutkan dengan shalat berjamaah yang dipinpin oleh seorang lelaki tua.

Kini semua itu sudah jarang kudenger dengan telinga ini dan bahkan bisa dikatakan tak pernah kudengarkan lagi didaerah kuberada kini, apakah karena jaman sudah lebih modern sehingga setiap anak-anak tidak lagi berkumpul pada suatu balai ataupun rumah untuk melakukan pengajian?
dan yang dulunya sering kumelihat setiap anak dara berjalan beriringan dengan sesama temannya menuju suatu balai pengajian disetiap senja kini yang terlihat hanyalah anak dara yang duduk dibelakang lelaki dan memeluknya erat bagaikan pasangan suami istri dan anak lelaki yang mengayuh sepedanya dengan kain sarung dibahunya kini yang terlihat hanyalah anak-anak yang terduduk didepan tv dengan memegang stik (Playstation) dan ada juga yang duduk didepan computer disuatu warung internet dan semua itu sudah biasa dilihat oleh mata ini.

Dimanakah acehku yang dulu sering terngiang setiap lantunan ayat suci alquran yang keluar dari bibir-bibir kecil mereka itu? dimanakan acehku yang dulu sering kulihat anak dara yang memakai kain sarung dan jilbab dan menenteng kitab ditangannya? Dimana anak kecil yang dulu sering kulihat mengayuh sepedanya? Setiap orang tua sekarang hanya sibuk dengan kegiatan mereka sendiri sehingga lupa seperti apa mereka dulu diperlakukan oleh orang tua mereka yang terdahulu, mereka hanya bisa berkata “inilah kewajiban kami orang tua yaitu mencari nafkah untuk keluarga kami”, apakah hanya itu tugas mereka selaku orang tua?dan salahkah apabila moral aceh ambruk pada masa yang akan datang. Salahkah anak-anak aceh yang melakukan pembangkangan kepada orang tuanya? Yang sudah berani untuk memaki orang tuanya dan lari dari rumah? Patutkah anak-anak itu disalahkan karena apa yang telah mereka perbuat? siapakah disini yang harus kita salahkan?anak-anakkah? orang tua kah? ataupun Negara?

Ini adalah suatu pesan dari sang penulis yang melihat anak-anak aceh sekarang ini.
Sekian dari penulis